
Asal Muasal Pertandingan Sumo di Jepang: Dari Ritual Kepercayaan hingga Olahraga Nasional
Sumo merupakan salah satu cabang olahraga tradisional paling ikonik di Jepang yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan identitas bangsa. Namun, banyak orang belum mengetahui bahwa asal muasal pertandingan sumo sebenarnya berakar dari praktik keagamaan dan ritual spiritual yang sangat sakral.
Sejarah sumo dapat ditelusuri sejak lebih dari 1.500 tahun yang lalu, bahkan sebelum zaman samurai. Pada awalnya, sumo bukan sekadar pertarungan fisik seperti saat ini, melainkan merupakan ritual keagamaan Shinto yang dilakukan untuk memohon hasil panen yang melimpah dan menjaga keharmonisan alam. Dalam kepercayaan Shinto, para dewa (kami) diyakini bisa dipengaruhi melalui tarian dan pertarungan simbolik. Karena itu, sumo pertama kali digelar di halaman kuil sebagai bagian dari persembahan kepada para dewa.
Catatan sejarah tertua tentang pertandingan sumo muncul pada abad ke-8 dalam naskah klasik “Nihon Shoki”, salah satu iam-love.co buku sejarah resmi Jepang. Dalam teks ini diceritakan tentang pertarungan antara dua tokoh mitos, Nomi no Sukune dan Taima no Kehaya, yang disebut-sebut sebagai pertandingan sumo pertama. Pertarungan ini bukan hanya tentang adu kekuatan, melainkan juga adu strategi dan kelincahan.
Seiring berjalannya waktu, sumo mulai berkembang dari ritual religius menjadi hiburan kerajaan. Pada masa Heian (794–1185), pertandingan sumo sering diadakan di istana kekaisaran sebagai bentuk penghormatan dan juga hiburan bagi para bangsawan. Namun, pada masa Kamakura dan Muromachi (1185–1573), sumo mulai dipertandingkan secara publik dan dikenal oleh kalangan rakyat biasa.
Barulah pada zaman Edo (1603–1868), sumo berubah menjadi bentuk olahraga profesional. Pemerintah Tokugawa saat itu mendukung penyelenggaraan turnamen sumo sebagai sarana mengumpulkan dana untuk kuil-kuil dan tempat ibadah. Pada masa inilah terbentuk struktur dan aturan sumo modern seperti yang kita kenal sekarang, termasuk peringkat pegulat (rikishi), seragam tradisional, serta arena pertarungan (dohyo) berbentuk lingkaran.
Yang menarik, sumo tetap mempertahankan berbagai unsur sakralnya hingga hari ini. Sebelum pertandingan dimulai, para pegulat akan melakukan ritual pembersihan seperti menaburkan garam ke arena untuk mengusir roh jahat. Gerakan khas seperti mengangkat kaki tinggi ke udara juga memiliki makna simbolik dalam mengusir energi negatif.
Di masa modern, sumo tetap menjadi olahraga nasional Jepang yang sangat dihormati. Meski banyak jenis olahraga baru bermunculan, sumo tetap mempertahankan tradisinya, menjadikannya unik di mata dunia. Para pegulat sumo tidak hanya dituntut untuk kuat secara fisik, tetapi juga menjalani kehidupan disiplin tinggi dengan etika dan filosofi hidup yang khas.
Penutup
Asal muasal sumo bukan hanya sekadar sejarah olahraga, tetapi merupakan cerminan budaya Jepang yang kaya akan nilai spiritual, kedisiplinan, dan kehormatan. Dari ritual kuno di kuil hingga menjadi tontonan nasional, sumo telah membuktikan diri sebagai simbol abadi dari jiwa dan identitas bangsa Jepang.
Baca Juga: Jadwal Pertandingan Sepak Bola Indonesia 2025: Laga Seru Timnas dan Liga Lokal